Senin, 22 Oktober 2012

analisa cuka metode alkalimetri



PENENTUAN KADAR CUKA METODE ALKALIMETRI

Asidi-alkalimetri adalah teknik analisiskimiaberupatitrasiyang menyangkutasamdanbasaatau sering disebut titrasi asam-basa. Reaksidijalankan dengantitrasi, yaitu suatu larutan ditambahkan dariburetsedikit demi sedikit sampai jumlah zat-zat yang direksikan tepat menjadiekivalen(telah tepat banyaknya untuk menghabiskanzatyang direaksikan) satu sama lain. Larutan yang ditambahkan dari buret disebut titrant, sedangkan larutan yang ditambah titrant disebut titrat (dalam hal ini titrant dan titrat berupa asam dan basaatau sebaliknya).
Pada saat ekivalen, penambahan titrant harus dihentikan, saat ini dinamakan titik akhir titrasi.
Untuk mengetahui keadaan ekivalen dalam proses asidi-alkalimetri ini, diperlukan suatu zat yang dinamakanindikator asam-basa.
Indikator asam-basa adalah zat yang dapat berubah warna apabila Ph lingkungannya berubah.
Asidi-alkalimetri menyangkut reaksi antara asam kuat-basa kuat, asam kuat-basa lemah, asamlemah-basa kuat, asam kuat-garam dari asam lemah, dan basa kuat-garam dari basa lemah.
Salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan analisis titrimetri adalah reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri. Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut
Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat seperti dibawah ini:
1. Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan (sebaiknya pada suhu 110-1200 C).
2. Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan.
3. Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.
4. Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh melebihi 0,01-0,02 %).
5. Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap. Sesatan titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen.
6. Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara, atau dipengaruhi oleh karbondioksida.Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak berubah selama penyimpanan.

Penentuan Kadar Cuka
Cuka merupakan larutan yang dibuat dari fermentasi etanol
(CH3CH2OH), dimana etanol sebelumnya dihasilkan dari fermentasi gula.
Fermentasi etanol ini menghasilkan asam asetat (CH3COOH). Cuka yang ada
di pasaran ada bermacam-macam, masing-masing dibuat dari sumber gula
yang berbeda (misalnya beras, anggur, gandung atau apel). Kadar asam asetat
yang terdapat dalam cuka juga bermacam-macam, biasanya 4 sampai 6 %
untuk cuka makanan, bahkan bisa mencapai 18 % untuk acar cuka.
Menentukan kadar asam asetat dalam cuka komersil merupakan salah
satu aplikasi titrasi asam basa yang sederhana dan mudah. Untuk menentukan
kadar asam cuka dapat digunakan larutan standar natrium hidroksida (NaOH)
dan indikator fenolftalein. Cuka yang akan di uji kadarnya harus diencerkan
terlebih dahulu sebelum dititrasi. Kemudian dititrasi dengan larutan natrium
hidroksida hingga timbul warna merah muda.
Reaksi yang terjadi adalah:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) → CH3COONa(aq) + H2O(l)


http://www.sidola.com/consumergoods/kategorien/06_Cuka-nbsp%7EDixi/dateien/cukamasak.jpg Asam cuka atau asam asetat (acetic acid) adalah senyawa kimia organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan, selain dapat berfungsi juga sebagai pengawet bahan makanan. Asam cuka encer merupakan golongan asam lemah yang paling aman bagi tubuh. Selain dalam makanan, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air dalam rumah tangga.

Selain digunakan dalam industri makanan dan rumah tangga, asam asetat juga digunakan dalam industri produksi polimer dan berbagai macam serat dan kain, dan industri obat-obatan.

Asam asetat yang digunakan dalam industri makanan haruslah asam cuka makan. Asam asetat encer, seperti pada cuka, tidak berbahaya. Namun konsumsi asam asetat yang lebih pekat berbahaya bagi manusia maupun hewan. Hal itu dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan yang mematikan pada keasaman darah.

sifat kimia asam cuka
asam cuka memiliki struktur kimia sebagai berikut:
CH3COOH
mempunyai nama lain etanoat, asam asetat, asam karboksilat atau asam organik lemah yang merupakan zat cair yang tidak berwarna dan berbau khas.
sifat sifat kimia asam cuka, meliputi:
  • keasaman, atom hidrogen pada gugus karboksil (-COOH) dalam asam karboksilat seperti asam cuka dapat dilepas sebagai ion H(+), sehingga memberikan sifat asam.
  • sebagai pelarut, asam cuka cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. asam cuka memiliki konstanta dielektrik 6.2, sehingga dapat melarutkan senya polar dengan baik seperti garam anorganik, gula da senyawa non polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin.

  • reaksi-reaksi kimia, asam cuka bersifat korosif terhadap  banyak logam seperti besi, magnesium, da seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat.

Sumber pustaka:

analisa pengawet metode kromatografi lapis tipis



ANALISA PENGAWET (metode kromatografi lapis tipis)

Pengertian
Food Additive atau Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan/campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental.

Penggolongkan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan adalah:
l. Pewarna, memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
2. Pemanis buatan, menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak/hampir tidak mempunyai nilai gizi.
3. Pengawet, mencegah/menghambat fermentasi, pengasaman/peruraian lain pada makanan yang disebabkan mikroba.
4. Antioksidan, dapat mencegah/menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah ketengikan.
5. Antikempal, mencegah menggumpalnya makanan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, memberikan, menambah/mempertegas rasa dan aroma.
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral, dan pendapar), dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan.
8. Pemutih dan pematang tepung, mempercepat proses pemutihan dan/pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
9. Pengemulsi, pemantap dan pengental, membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.
10. Pengeras, memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.
11. Sekuestran, mengikat ion logam yang ada dalam makanan sehingga memantapkan warna, aroma, dan tekstur.

Selain BTP tersebut, beberapa BTP lain yang biasa digunakan dalam makanan:
l. Enzim
2. Penambah gizi
3. Humektan

Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur.

Pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan adalah benzoat, yang umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, jem dan jeli, manisan, kecap, dan lain-lain.

Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis rnaupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Beberapa bahan pengawet yang umum digunakan dan jenis makanan serta batas penggunaannya pada makanan diantaranya adalah:

• Benzoat
• Propionat
• Nitrit
• Sorbat
• Sulfit


Natrium Benzoat merupakan Pengawet yang banyak dijual dipasaran dan digunakan untuk mengawetkan barbagai bahan makanan, biasanya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat karena lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap dan lain-lain.
Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut:
1.   Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen.
2.   Memperpanjang umur simpan pangan
3.   Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.
4.   Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.  
Untuk mengetahui ada tidaknya pengawet pada sampel, bisa menggunakan analisis kualitatif menggunakan KLT (Kromatografi Lapis Tipis).

Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran.
Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
     Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus berikut :



Rf = Jarak yang ditempuh substansi
        Jarak yang ditempuh oleh pelarut

Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis.Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis.Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip.Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda.
        KLT sebagai salah satu metode instrumental yang sering digunakan, karena mempunayi keuntungan antara lain sebagai berikut :
1.    Peralatan yang diperlukan sedikit
2.    Waktu analisis yang cepat
3.    Hasil pemisahan lebih baik
4.    Daya pemisahan tinggi
5.    Pengerjaannya sederhana dan mudah
6.    Harganya terjangkau

Senin, 01 Oktober 2012

analisa protein metode kjedhal


ANALISA PROTEIN METODE KJEDHAL

Protein merupakan salah satu kelompok makronutrien yang berperan penting dalam pembentukan biomolekul sebagai sumber energi. Strukturnya yang mengandung N, di samping C, H, O, S dan kadang kadang P, Fe dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan protein). Protein dalam bahan makanan sangat penting dalam proses kehidupan organisme seperti hewan dan manusia. Pada organisme yang sedang tumbuh, protein sangat penting dalam pembentukan sel-sel baru. Oleh sebab itu apabila organisme kekurangan protein dalam bahan makanan maka organisme tersebut akan mengalami hambatan pertumbuhan ataupun dalam proses biokimiawinya. Pentingnya protein dalam jaringan hewan dapat ditunjukkan oleh kadarnya yang tinggi yaitu antara 80 – 90% dari seluruh bahan organik yang ada dalam jaringan hewan.
Fungsi protein adalah:
 a) sebagai bahan bakar atau energi karena mengandung
karbon, maka dapat digunakan oleh tubuh sebagai bahan bakar. Protein akan dibakar manakala keperluan tubuh akan energi tidak diterpenuhi oleh lemak dan karbohidrat;
 b) Sebagai zat pengatur yaitu mengatur berbagai proses tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai bahan pembentuk zat-zat yang mengatur berbagai proses tubuh;
 c) Sebagai zat pembangun yaitu untuk membantu membangun sel-sel
yang rusak maupun yang tidak rusak. Kebutuhan protein meningkat sesuai dengan pertambahan umur.
Analisa protein dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1) Analisa kualitatif: Test
Biuret, Test Molish, Test Xanthoprotein, Test Millon, Test Ninhidrin; dan 2) Analisa
kuantitatif: Metode Dumas, Spektrofotometri UV, Titrasi formol, Turbidimetri atau
kekeruhan, Metode Kjeldahl
Metode Kjedahl
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek. Metode ini kurang akurat bila diperlukan pada senyawa yang mengandung atom nitrogen yang terikat secara langsung ke oksigen atau nitrogen. Tetapi untuk zat-zat seperti amina,protein,dan lain – lain hasilnya lumayan.
Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
a)       Destruksi:
Sampel dimasukkan dalam labu kjeldahl dengan bantuan corong kecil ditambah campuran selenium, 25 ml H2SO4 pekat kemudian dipanaskan dengan api kecil dulu sampai gas SO2 yang berwarna putih hilang dengan posisi labu kjeldhal miring 450. Pemanasan dilanjutkan sampai terjadi larutan yang jernih.

Reaksi :

H

R          C          COOH CO2 + H2O + SO2 + NH3

NH2

NH3 + H2SO4 _ NH4HSO4

b)      Destilasi:
 Hasil destruksi dipindahkan secara kuantitatif ke labu destilasi, ditambah 150 ml aquades dan 75 ml NaOH 50%. Hasil destilasi ditampung pada erlenmeyer yang telah berisi 20 – 50 ml H3BO3 2% dan indikator MO , proses destilasi selesai ditandai dengan pengecekan pH atau sampai amoniak habis.

Reaksi :

NH4HSO4 + NaOH _ Na2SO4 + NH3 + H2O
NH3 + H3BO3 _ (NH4)3BO4

c)       Titrasi:
Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari kuning menjadi orange (F.G. Winarno, 2004).

Reaksi :
(NH4)3BO4 + HCl _ NH4Cl + H3BO3

Keuntungan Dan Kerugian Menggunakan Metode Kjeldahl
·                Kentungan menggunakan Metode Kjeldahl,diantaranya :
a.       Secara internasional dan masih merupakan metode standar untuk perbandingan terhadap semua metode lainnya.
b.      presisi tinggi dan baik reproduktifitas telah membuat metode utama untuk estimasi protein dalam makanan.
·           Kerugian menggunakan Metode Kjeldahl,diantaranya :
a.       memberikan ukuran protein yang benar, karena semua nitrogen dalam makanan tidak dalam bentuk protein.
b.      Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena mereka memiliki urutan asam amino yang berbeda.
c.       Penggunaan asam sulfat pekat pada suhu tinggi menimbulkan bahaya yang cukup besar, seperti halnya penggunaan beberapa kemungkinan katalis teknik ini memakan waktu untuk membawa keluar.

Sumber pustaka
Maharani, E.T dan Yusrin. 2010. Kadar protein kista artemia curah yang dijual petambak
Kota rembang dengan variasi Suhu penyimpanan. (jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/40/1). Di unduh pada senin 1 oktober 2012.

Sukma ardyan, dkk. 2010.  Makalah Kimia analisa bahan makan Analisa protein dengan metode kjeldahl.  (http://chemistryismyworld.blogspot.com/2011/03/makalah-analisa-protein-metode-kjeldahl.html). Di unduh pada senin 1 oktober 2012.